Peranan penting konstruksi dalam
menunjang suatu pembangunan yang berkelanjutan dan untuk mencapai pembangunan
nasional. Untuk menjaga dan menunjang peran tersebut setiap elemen kecil dari
proses konstruksi dalam proses pembangunan sudah didasari oleh hukum yang
tertera pada undang-undang, peraturan daerah dan hukum tertulis lainnya.
Ketentuan yang mengikat tersebut ditujukan untuk dua dari tiga elemen dalam
proses pembengunan yaitu konsultan dan kontraktor. Dengan adanya ketentuan –
ketentuan yang mengikat tersebut para konsultan dan kontraktor diharapkan
memahami dan mengerti sepenuhnya dasar-dasar hukum tersebut.
Pemahaman yang didukung etika profesi
yang baik pada bidang tersebut akan mempengaruhi tujuan yang akan mereka capai,
bagaimana bangunan tersebut dapat berdiri dengan kokoh. Jika sebaliknya saat
pemahaman itu tidak dilakukan akan berdampak negative pada produk yang akan
dicapai. Contohnyapada konteks ini semakin banyak dan kerap terjadi bangunan yang
rubuh di saat pembangunan maupun sudah berdiri. Mulai dari kegagalan dalam
pembangunan ruangan hingga keseluruhan bangunan. Kecelakaan tersebut juga
memakan korban jiwa sehingga menjadi sorotan semua pihak. Berkaca dari
kecelakaan – kecelakaaan yang terjadi bagaimana para konsultan dapat mematuhi
dan memahami hukum tersebut (Undang–Undang no 10 tahun 1999—UU Jasa Konstruksi)
akan sangat berpengaruh terhadap proses pembangunan.
Jasa konstruksi merupakan salah satu rangkaian dalam proses pembangunan. Secara
umum jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pengerjaan
konstruksi, layanan jasa pengerjaan konstruksi dan layanan jasa pengawasan
konstruksi. Melibatkan pihak penyedia dan pengguna jasa. Pihak penyedi dapat
berupa perseorangan, berkelompok, maupun badan usaha baik yang diabeli badan
hukum ataupun bukan badan usaha. Bentuk pihak penyedia juga memiliki batasan
masing – masing, pada penyedia perseorangan hanya dapat melakukan pekerjaan konstruksi yang beresiko kecil dengan biaya
minim dan teknologi yang sederhana saja. Sedangkan pada pekerjaan konstruksi
yang beresiko besar, memiliki biaya besar dan teknologi tinggi hanya dilakukan
olehbadan usaha yang berbentuk perseroan terbatas.
Disamping itu hukum tertulis juga
menaungi tentang perizinan, dimana Jasa konstruksi juga memiliki landasan hukum
perizinan. Penyedia jasa konstruksi yang
berbentuk badan usaha harus memenuhi
ketentuan perizinan usaha di bidang jasa konstruksi dan memiliki sertifikat,
klasifikasi dan kualifikasi yang dilakukan oleh Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi (LPJK) yang dimiliki sang penyedia jasa untuk memastikan apaka
penyedia tersebut sesuai dan memadai dengan bidang pekerjaan yang ditangani.
Perizinan usaha jasa konstruksi sendiri telah
diatur dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2000 yang menjelaskan
tentang usaha dan peran masyarakat jasa konstruksi (PP 28/2000). Lalu Peraturan
Pemerintah nomor 4 tahun 2010 tentang perubahan atas pp28/2000(PP 4/2010) dan
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana wilayah nomor 369/ KPTS/M/2001 yang
mengandung pedoman tentang pemberian izin Usaha Jasa Konstruksi Nasional.
Setelah melakukan perizinan tahapan
selanjutnya adalah melakukan pengaturan kerja yang dengan tujuan agar semua
pekerjaan terbagi dengan baik dengan ketentuan yang tidak merugikan satu sama
lain dalam memperlancar proses pembangunan. Pengaturan hubungan kerja
konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa harus dituangkan dalam
kontrak kerja konstruksi. Suatu kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bahasa
Indonesia dan dalam hal kontrak kerja konstruksi dengan pihak asing, maka
dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Suatu
kontrak kerja konstruksi melingkupi
beberapa uraian mengenai para pihak yang akan dibagi diantara lain,(1) rumusan
pekerjaan,(2) masa pertanggungan pemeliharaan, (3) tenaga ahli,(4) hak dan
kewajiban para pihak,(5) tata cara pembayaran,(6) cidera janji,(7) penyelesaian
perselisihan,(8) pemutusan kontrak kerja konstruksi,(9)keadaan memaksa (force majeure), (10)
kegagalan bangunan,(11) perlindungan pekerja; (12) aspek lingkungan. Sehubungan
dengan kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, harus memuat
ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual.
Semua
faktor diatas saling berkaitan berawal dari belah pihak yang melakukan rumusan
pekerjaan untuk mempermudah tahapan proses pengerjaan agar terkoordinir dengan
baik dan memiliki batasan yang jelas antar pihak yang berperan. Masa
pertanggungan atau masa pemeliharaan bertujuan untuk pengelolaan yang akan
dilakukan terhadap bangunan selama masa pembangunan hingga bangunan berdiri dan
selanjutnya. Tenaga ahli dalam hal ini faktor tenaga ahli untuk memperlancar
proses pengerjaan dan memperkecil resiko kerja serta memperlancar pengerjaan.
Poin keempat adalah hak dan kewajiban para pihak yaitu tiap pihak yang
bersangkutan memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan pekerjaan masing –
masing.
Poin
kelima merupakan tata cara pembayaran merupakan tahapan proses melakukan
pembayaran jasa konstruksi. keenam merupakan faktor cidera janji dibuatnya
klausul yang muncul untuk antisipasi jika terjadi pengingkaran suatu saat.
Ketujuh adalah penyelesaian perselisihan adalah bentuk mediasi yang akan
dilakukan jika terjadi perselisihan antar pihak selama proses kerja. Poin
kedelapan adalah pemutusan kontrak kerja biasanya terjadi saat kedua belah
pihak sudah tidak dapat bekerja sama lagi maka mereka memiliki opsi untuk
melakukan putus kontrak demi kelanjutan proses pembangunan.
Poin
kesembilan merupakan keadaan memaksa dimana dalam prosesnya dapat terjadi
hal-hal yang menyebabkan perubahan yang berdampak pada proses pembangunan, yang
biasa terjadi saat di lapangan. Poin kesepuluh adalah kegagalan bangunan yang
bisa saja terjadi akibat kesalahan prosedur pembangunan. Lalu perlindungan
pekerja merupakan poin wajib yang diterapkan berkaitan dengan keselamatan dan
perlindungan hukum dan kesehatan selama proses pembangunan berjalan. Poin terakhir
merupakan aspek lingkungan, dimana kondisi lingkungan akan sangat berpengaruh
terhadap pembangunan, dimana sebuah bangunan akan mencerminkan suatu lingkungan
di sekitarnya.
Uraian mengenai rumusan pekerjaan
meliputi lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan. Rincian
lingkup kerja ini meliputi:
(a) volume pekerjaan, yakni besaran
pekerjaan yang harus dilaksanakan
(b) persyaratan administrasi, yakni
prosedur yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam mengadakan interaksi
(c) persyaratan teknik, yakni
ketentuan keteknikan yang wajib dipenuhi oleh penyedia jasa
(d) pertanggungan atau jaminan yang
merupakan bentuk perlindungan antara lain untuk pelaksanaan pekerjaan,
penerimaan uang muka, kecelakaan bagi tenaga kerja dan masyarakat
(e) laporan hasil pekerjaan
konstruksi, yakni hasil kemajuan pekerjaan yang dituangkan dalam bentuk dokumen
tertulis. Sedangkan, nilai pekerjaan yakni mencakup jumlah besaran biaya yang
akan diterima oleh penyedia jasa untuk pelaksanaan keseluruhan lingkup
pekerjaan. Batasan waktu pelaksanaan adalah jangka waktu untuk menyelesaikan
keseluruhan lingkup pekerjaan termasuk masa pemeliharaan.
Setelah proses
kontrak kerja ditujukan kepada peranan
masyarakat, masyarakat yang dimaksud merupakan masyarakat jasa konstruksi. Masyarakat juga memiliki peran dalam
suatu penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi, diantaranya untuk (1)
melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa konstruksi; (2)
memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung
sebagai akibat penyelenggaraan konstruksi; (3) menjaga ketertiban dan memenuhi
ketentuan yang berlaku di bidang pelaksanaan jasa konstruksi; (4) turut
mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum.
Masyarakat jasa
konstruksi merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan dan/atau
kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi.
Masyarakat jasa konstruksi ini diselenggarakan melalui suatu forum jasa
konstruksi yang dilakukan oleh suatu lembaga yang independen dan mandiri. Forum
ini bersifat mandiri dan memiliki serta menjunjung tinggi kode etik profesi.
Peran masyarakat jasa konstruksi ini diatur lebih lanjut dalam PP 4/2010.
Disamping peran
masyarakat jasa konstruksi Pemerintah
juga memiliki peran dalam
penyelenggaraan suatu jasa konstruksi, yaitu melakukan pembinaan jasa
konstruksi dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan. Pengaturan
yang dimaksud dilakukan dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan dan
standar-standar teknis. Sedangkan pemberdayaan dilakukan terhadap usaha jasa
konstruksi dan masyarakat untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan hak,
kewajiban, dan perannya dalam pelaksanaan jasa konstruksi. Selanjutnya,
mengenai pengawasan, dilakukan terhadap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
untuk menjamin terwujudnya ketertiban jasa konstruksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pembinaan ini dapat dilakukan bersama-sama
dengan masyarakat jasa konstruksi. Pembinaan jasa konstruksi ini diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Pembinaan Jasa Konstruksi.
Dalam suatu penyelenggaraan usaha
jasa konstruksi, terdapat kemungkinan bahwa masyarakat mengalami kerugian
sebagai akibat dari penyelenggaraan pekerjaan konstruksi tersebut. Karena
itulah, masyarakat memiliki hak mengajukan gugatan perwakilan. Yang dimaksud
dengan hak mengajukan gugatan perwakilan adalah hak kelompok kecil masyarakat
untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas
dasar kesamaan permasalahan, faktor hukum dan ketentuan yang ditimbulkan karena
kerugian atau gangguan sebagai akibat dari kegiatan penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi.
Sebuah hukum memiliki sanksi – sanksi konkret seperti sanksi
administratif yang dapat dikenakan atas pelanggaran UU Jasa Konstruksi adalah
berupa:
·
peringatan
tertulis,
·
penghentian
sementara pekerjaan konstruksi,
·
pembatasan
kegiatan usaha dan/atau profesi,
·
larangan
sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi (khusus bagi pengguna jasa),
·
pembekuan
izin usaha dan/atau profesi dan
·
pencabutan
izin usaha dan/atau profesi. Selain sanksi administratif tersebut,
penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenakan denda paling banyak sebesar
10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak atau pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun.
Contoh Kasus Jasa Konstruksi
Proses jasa konstruksi mulai dari
perencanaan desain dengan perhitungan yang layak dengan produk gambar kerja
yang ditujukan kepada owner dan para pekerja bangunan. Dan material yang akan
digunakan dala proses pebangunan dengan RABnya Dalam prosesnya seringkali
terjadi perubahan saat berada di lapangan, Bukan karena disengaja melainkan
faktor lingkungan, waktu, biaya juga akan berpengaruh. Perubahan –perubahan
tersebut merupakan respon bijak dari para perancang. Tetapi ada juga perubahan
yang dilakukan kurang bijak contohnya berhubungan dengan biaya. Dalam penghematan biaya seorang
konsultan arsitek akan berusaha mencari solusi untuk meminimalisir biaya
pembangunan. Bentuk solusi tersebut bisa dalam pemilihan material dan efisiensi
elemen struktur . Bergantung pada solusi bijak yang digunakan perancang.
Keputusan yang diambil perancang
tentang solusi tersebut akan berdampak pada perubahan gambar kerja sangat
dipertaruhkan dan dipertanggung jawabkan. Disini juga terlihat fungsi
pengawasan dari para penyedia. Dalam proses pembangunan tekanan dari luar juga
akan berdampak kepada keputusan yang akan dibuat. Terkadang keputusan yang
dibuat akibat tekanan menyebabkan kurang
perhitungan dan akan menimbulkan kerugian. Selain itu tekanan waktu juga dapat
mempengaruhi proses pembangunan. Contohnya ada pada rubuhnya Ruko 3 lantai
cendrawasih permai yang ada di kota samarinda.
Rubuhnya ruko di Kota Samarinda saat
pembangunan dan memakan korban jiwa. Bangunan Ruko Cendrawasih Permai berlokasi
di jalan Ahmad Yani kecamatan sungai Pinang Kota Samarinda runtuh. Ruko tiga
lantai ini runtuh karena proses konstruksi bangunan yang tidak sesuai dengan
desain awal, Perubahan tersebut dapat terlihat pada dua poin. Ditemukan Pondasi dan alat penahan tanah
tidak kuat menahan beban cor yang belum mengering. Lalu perbedaan dimensi kolom antara gambar
kerja dan di lapangan dimana besi tulangan kolom di perkecil dan mengurangi
campuran semen
Dari kedua poin diatas jelas terlihat
bahwa proses pembangunan tidak semudah yang terlihat, banyak faktor yang
mempengaruhi contohnya faktor dilapangan. Pada poin pertama dimana kondisi cor
yang belum mengering menunjukan bahwa elemen struktur tersebut belum siap untuk
digunakan, yang terjadi karena faktor- faktor di lapangan seperti tekanan waktu
dan kondisi cuaca. Pada poin kedua deviasi antara gambar kerja dan proses di
lapangan yang terjadi pada elemen vertical kolom menunjukan permasalahan biaya.
Bagaimana mengefisiensikan elemen struktur untuk menghemat biaya dengan
menjadikan kolom langsing, dan ternyata tidak berjalan sesuai rencana.
Disamping itu juga di temukan bahwa
perancah yang digunakan sebagai penahan pondasi merupakan perancah kayu murah
yang dipastikan tidak dapat menahan gaya lateral. Itu juga menjadi penyebab
keruntuhan bangunan ini. Hal ini menunjukan pengurangan biaya juga dilakukan
pada tahap pemilihan material dimana material tersebut berkualitas baik atau
tidak. Fungsi ruang pada ruko tersebut adalah sebagai toilet, yang biasa
digunakan para pengunjung. Namun, naasnya pada saat itu toilet tersebut rubuh
dan menimpa 9 korban yang berada tepat dibawah toilet tersebut meninggal
dunia.
Di
sisi lain perkembangan pasar industri konstruksi tidak saja hanya dipengaruhi
oleh sektor ekonomi, akan tetapi juga dipengaruhi oleh perkembangan politik
baik di dalam negeri maupun di luar negeri terutama tingkat regional. Kebijakan
penerapan otonomi daerah pada tahun 2000 menyebabkan beralihnya pengelolaan
proyek-proyek dari pusat ke daerah-daerah. Konsumen yang tadinya terkonsentrasi
di Jakarta akan terbagi bagi ke daerah-daerah potensial. Hal ini akan berpengaruh
pada penerapan strategi meraih pangsa pasar dari masing-masing pelaku jasa
konstruksi. Selain otonomi daerah, saat ini kontraktor nasional juga dihadapkan
dengan era globalisasi yang ditandai dengan diberlakukannya Asean Free Trade
Area (AFTA) yang dimulai pada tahun 2003 yang menyebabkan
kontraktor-kontraktor asing dapat dengan bebas ikut bersaing memperebutkan
proyek-proyek pada pasar konstruksi di Indonesia. Dengan masuknya
kontraktor-kontraktor asing tersebut di tengah belum pulihnya kondisi pasar
industri konstruksi saat ini, tentunya akan menyebabkan semakin ketatnya
persaingan di antara pelaku bisnis konstruksi di Indonesia.
Adanya
Asean Free Trade Area (AFTA) menjadikan persaingan bisnis power generation di
Indonesia menjadi lebih ketat. Masuknya pemain-pemain besar dengan kapasitas
internasional seperti PT. Alstom Power Indonesia, Mitsubishi, dll menjadikan
pemain lokal di bisnis power generation bekerja lebih keras dalam
mendapatkan perhatian dan kepercayaan konsumen. Dalam era perdagangan bebas
seperti sekarang, kompetisi perusahaan menjadi lebih luas jangkauannya, tidak
hanya konsumen nasional yang akan melihat dan mengamati eksistensi PT. DEN
dalam industri power generation, tapi konsumen regional bahkan
internasional pun bisa melakukan hal yang sama.
Karena
persaingan-persaingan ketat tersebut menjadikan kontraktor di Indonesia menjadi
main tipu, dengan mengurangi kualitas pembangunan agar perusahaan tersebut
dapat mengambil keuntungan yang besar, tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi.
Dari permasalahan-permasalahan tersebut, maka diperlukannya pengamatan dan
pengawasan di lapangan menjadi hal yang wajib dilakukan. Karena tanpa
pengawasan akan berdampak besar dalam pembangunan dan tidak ada yang dapat
bertanggung jawab akan hal ini. Jika kita ingin pembangunan membaik maka
dimulai dari diri kita dahulu untuk memiliki rasa tanggung jawab atas setiap
pekerjaan yang kita lakukan.